Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Minggu, 21 September 2014

ANALISA DAN KOMENTAR DARI NASKAH PIDATO IR. SOEKARNO PADA TANGGAL 1 JUNI 1945


Pada pembukaan di pidato ini, Soekarno memulainya dengan menyapa ketua BPUPKI dengan panggilan Paduka tuan Ketua dan mengucapkan terimakasih untuk kesempatan yang diberikan kepadanya dalam mengemukakan pendapatnya sendiri. Soekarno berpendapat bahwa pada saat mereka sidang tentang upaya kemerdekaan bangsa Indonesia, mereka hanya membahas dan mementingkan hal-hal kecil dan sepele. Soekarno pada waktu itu juga menyebutkan bahwa semua yang telah dibahas tersebut terlalu “njlimet” kata orang Jawa. Terlalu kompleks. Ia pun membandingkan dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Eropa yang merdeka tanpa membahas hal-hal tersebut. Ia juga memperumpamakan negara yang ingin merdeka itu seperti orang yang ingin kawin. Ada yang masih takut karena masalah keuangan  dan ada juga yang langsung berani kawin tanpa memikirkan resiko yang ada di depan mata.
Ia juga mengomentari pembicara sebelumnya yang menyatakn bahwa bangsa Indonesia ini masih belum sehat. Banyak orang yang terkena berbagai macam penyakit menular yang membahayakan, seperti malaria. Soekarno berpendapat jika kita masih menyelesaikan masalah orang-orang yang terkena penyakit malaria ini, maka kemerdekaan bangsa Indonesia akan ditunda selama 20 tahun. Tidak bisa kita bayangkan bukan? Jika hal itu terjadi, maka tahun ini umur Indonesia dari kemerdekaan hanyalah 49 tahun. Di dalam pidato ini juga ia menyemangati rakyatnya untuk tidak gentar dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Karena kemerdekaan itu adalah dasar dan penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Ia juga menyebutkan banyak istilah bahasa asing yang ia ketahui untuk memperkenalkan apa yang terjadi di negara-negara yang telah merdeka kepada rakyat Indonesia.   
Soekarno mengemukakan bahwa ia sependapat dengan dr. Soekiman dan Ki Bagoes Hadikoesoemo tentang kemerdekaan itu adalah mencari hal-hal yang sama-sama kita setujui untuk kebersamaan rakyat semua. “Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan?” ujar Bung Karno untuk menyatukan tujuan rakyat agar tidak mementingkan kepentingan golongan daripada kepentingan rakyat Indonesia. Di dalam pidato tersebut ia juga mengemukakan 5 prinsipnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yaitu:
1.      Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3.      Mufakat atau demokrasi.
4.      Kesejahteraan sosial.
5.      Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Prinsip pertama, ia mengutip banyak kata-kata penting dari orang-orang berpengaruh yang ia kenali, seperti syarat untuk menjadi suatu bangsa ialah kehendak untuk bersatu dan persatuan antara orang dan tempat. Ia menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan "le desir d'etre ensemble" diatas daerah kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah SWT, tinggal dikesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatra sampai ke Irian! Seluruhnya!, karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada "le desir d'etre enemble", sudah terjadi "Charaktergemeinschaft"! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!
Prinsip kedua, ialah pentingnya rasa kecintaan pada bangsa sendiri agar kita bisa memperkenalkan diri dan bersaing dengan negara-negara lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya tenggang rasa antar manusia agar terjadinya integrasi pada suatu bangsa tersebut. Prinsip ketiga, adalah perlunya musyawarah dalam merumuskan segala sesuatu yang berada di bangsa itu. Karena semua rakyat itu harus mempunyai kebebasan dalam menyatakan pendapat-pendapatnya. Prinsip keempat, tentang pentingnya kesejahteraan rakyat Indonesia. Jikalau banyak kemiskinan di suatu bangsa bagaimana mereka bisa mengatur bangsanya tersebut, padahal mengatur dirinya untuk tetap bertahan hidup saja sudah susah.
Prinsip kelima, berikut pernyataan Bung Karno,“Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme-agama". Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang bertuhan” dengan pernyataannya itu menunjukkan bahwa tuhan itu penting untuk dipercayai.

Di pidatonya ia memeras Pancasila menjadi Trisila dan Eka sila. Trisila terdiri dari socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan, sedangkan Eka sila adalah gotong royong. Di sana ia juga menyebutkan bahwa ia telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini sejak tahun 1918 sampai 1945. Ternyata lama sekali beliau telah memperjuangkannya. Hal yang seperti ini patut untuk dihargai bagi anak-anak muda zaman sekarang yang tinggal diam menikmati kemerdekaan bangsa ini. Lalu, ia menutup pidatonya dengan mengobarkan api semangat pada rakyat Indonesia untuk merdeka lewat kata-kata “Merdeka, -- merdeka atau mati”.